Kebijakan moneter
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun
yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai
dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan
memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar.
Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini diharapkan dapat menciptakan
fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi,
yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan
jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang
perkembangan ekonomi makro Indonesia.
2. teori
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requelment", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
- Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
- Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
- Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
- Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
- Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
- Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
3. pembahasan
1. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.
Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an dan menunjukkan
perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah memberikan banyak kemudahan bagi para
investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian
Indonesia terlihat semakin kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan dibahas
perkembangan ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga terjadinya krisis moneter pada tahun
1997.
2. Perkembangan Moneter Perbankan.
Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang sebelumnya tengah berkembang pesat
sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter
sejak tahun 1998. Bentuk nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi
kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga tahun, namun proses
penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
3. Kebijakan Moneter
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan
kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga
stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open
market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu
pengaruh pasar keuangan internasional.
4. Kebijakan Fiskal.
Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama
tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk
subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya
peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.
Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan
makro ekonomi yang tidak seimbang.
5 Prospek Ekonomi Jangka Pendek.
Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, namun juga
dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk
beberapa tahun ke depan, kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi
kondisi politik dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor yang dewasa ini
mulai membaik kembali.
6 Target Inflasi.
Pengertian.
Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi, misalnya
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank
sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih
berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga
kebijakan konvensional).
Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter,
dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan
digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Evolusi Teori.
Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi merupakan landasan dari target
inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-
teori moneter yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern, antara
lain:
· Teori Klasik >< Teori Keynes.
Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil. Sedangkan menurut teori Keynes, sektor
moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik,
disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam
jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga
umum (inflasi). Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi.
· Teori klasik modern >< Teori Keynes.
Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa kebijakan rule lebih baik dibanding
discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule vs
discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang
disebut dengan constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni
rules ataupun murni discretion.
· Teori kuantitas >< Teori Keynes.
Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas digunakan jumlah
uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan
pembatasan diri terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai
sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan, tidak harus tingkat
bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan
lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi
dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.
· Teori rational expectations.
Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi
perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output
dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi
masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi
dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
· Teori moneter modern.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah
time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa
harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini
tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama.
Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.
7 Prasyarat.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya.
Prasyarat tersebut meliputi:
- Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah.
Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.
- Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral.
Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak
menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
- Capacity to forecast inflation.
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat
menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
- Pengawasan instrumen
Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
- Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan
yang ditetapkan semakin meningkat.
- Fleksibel sekaligus kredibel
Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu merupakan dilema dalam penentuan
kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule) dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.
8 Karakteristik.
Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke depan. Hal ini dapat dilihat
dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu:
1. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan dipergunakan sebagai pegangan dalam
pelaksanaan kebijakan moneter.
2. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi dilakukan dengan mempergunakan
data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga aset, harga barang industri dan sebagainya.
3. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.
9 Elemen-elemen.
Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dalam target inflasi terdiri atas:
1. Sasaran target inflasi.
Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada sasaran-sasaran lain di samping
sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada sasaran utama.
2. Laporan pelaksanaan
Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka hasil yang telah
dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan dan diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat
mengukur keberhasilan kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.
3. Independensi
Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya sasaran akan lebih maksimal.
4. Komunikasi
Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik tentang cara-cara pencapaian
sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas.
5. Data dan informasi
Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan analisis kebijakan yang prima.
10 Prospek.
Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada, Inggris, Finlandia, Swedia,
Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi
dengan penerapan kebijakan ini.
Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan kebijakan moneter dengan target
antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar belakang, maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di
negara kita juga akan dapat menuai keberhasilan.
11 Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi.
Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang berkaitan dengan
banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang
juga menjadi kendala dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
- Hambatan dalam menciptakan independensi
- Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem pemerintahan Indonesia tidak
memungkinkan untuk memberikan kewenangan penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi
pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar tidak turun campur
tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam
lembaga tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak diragukan lagi. Hal ini
jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
- Hambatan dalam memprediksi inflasi.
- Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan target inflasi.
Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan
keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam
menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak
cukup kondusif bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporak-porandakan
perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi dengan cermat.
- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.
- Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di
Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga
maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam
pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila
lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara bersih dan bebas korupsi.
- Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.
- Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Jika
kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan
incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas, maka akan timbul sifat
inflexible.
- Tingkat keparahan krisis.
- Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong akut, sehingga
penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di
negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar